Aku pulang dari bimbel karena besok aku akan tes masuk SMP.
Aku pulang berjalan kaki karena lokasi bimbelku memang tidak begitu jauh dari
rumah. Di jalan aku berpapasan dengan tanteku yang berjalan dengan terburu-buru
dan raut panik di wajahnya, beliau berkata “Cepet pulang, Ayah sakit”, entah
mengapa aku tak langsung berlari, aku takut. Begitu aku sampai halaman rumah,
kulihat beberapa pasang sandal, manandakan di rumah sedang banyak orang,
aku
lari masuk ke dalam rumah. Aku merasa ini pertanda buruk. Aku lari ke dalam
rumah dan kudapati ayahku yang tidak sadarkan diri, ia terkena stroke yang
melumpuhan setengan tubuhnya. Kupikir duniaku akan runtuh saat itu juga. Tadi
pagi aku melihatnya normal, aku melihatnya sehat, aku melihatnya.. aku harap
aku akan selalu melihatnya seperti pagi hari di tanggal 2 Juni 2009.
15 Juni 2011
Pulang sekolah hari itu adalah pulang sekolah yang tidak
akan aku lupakan meski aku berharap lupa. Aku dijemput namun tidak untuk pulang
ke rumahku melainkan ke rumah sakit. Hari itu Ayahku terkena serangan stroke
keduanya, dokter memang pernah bilang serangan stroke kedua akan lebih berat
dari yang pertama. Dalam dua tahun kondisinya membaik, ia sudah bisa jalan
walau tidak sempurna. Kupikir dengan bersabar beberapa tahun lagi semua akan
kembali normal untuk ayahku. Ku pikir ayahku akan sembuh. Ku pikir semua akan
kembali normal. Kupikir roda sedang berputar dan aku menunggu untuk sampai di
atas, ternyata rodaku justru berada di bawah dan semakin ke bawah.
30 juni 2011
5 tahun silam, aku merasa patah hati. Patah hati pertama, patah
hati paling hebat. Sempat ku pikir aku tak kan kuat. Aku pikir hidupku tak kan
sama. Tak sama seperti dulu, tak sama dengan yang lain. Aku hanya anak berumur
14 tahun yang akhirnya kehilangan salah satu dari yang terpenting yang aku
miliki. Pukul 3 dini hari ayahku meninggal. Aku tak mau ceritaku terlihat
menyedihkan. Aku menahan untuk tidak menjadi berlebihan. Terlalu naif kalau aku
harap semua ini hanya mimpi.
Patah hati akan selalu sakit, entah dipatahkan atau
mematahkan. Namun, aku tidak tahu patah hatiku ini karena dipatahkan atau
mematahkan. Sempat kupikir hatiku dipatahkan, dipatahkan Tuhan karena telah
memanggil ayahku terlalu cepat. Namun, apa bisa kamu menyalahkan Tuhan? Aku tidak.
Aku harap patah hati terhebatku bukan tentang ayahku. Namun, tiap saat ku
dengar “patah hati” pikiranku tertuju ke
sana. Hatiku patah karena aku tau ayahku mencintaiku dan aku kehilangan satu
cinta yang tulus, cinta orangtua adalah cinta tanpa syarat. Kamu tidak memilih
siapa orangtuamu dan orangtuamu tidak memilih kamu. Aku tidak pernah memilih
beliau untuk menjadi ayahku. Namun, jika aku dapat memilih aku akan tetap
memilih ayahku. Ayah yang membuatku merasa jatuh hati terhebat karena menjadi
anaknya dan ayah yang membuatku patah hati terhebat pula karena harus
kehilangannya.
NB : Postingan ini untuk mengikuti giveaway dari @gagasmedia
dan @romeogadungan (Twitter)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar